Tentang mata putih tulus menyambung rindu menggapai asa meminang kasih. aku bersuara akan kehadiran matahari atas bumi berterataikan lautan. Sebuah mahakasih yang terbenam dan terbenak untuk mengulangkan asa kembali. Merantai dalam keagungan diatas kehinaan. Roda alam memutar mengelilingi kidung cinta yang mengalun sepi. Bunga berapi-api membentuk kiasan hidup seperti langit saat tertawa.
Sebuah cerita menentang pagi, dentingan piano merdu meragai sukma, barulah ia berdatar dalam angin.
Sebuah cerita panjang akan keputusasaan menggapai cinta, itu perih menggores dalam hati.
Rasa dalam perasaan, kini memanjakan hati didalam Qalbu, satu atap satu bumi yang terlintas dalam kesadaran diatas kesadaran. Barulah ia bersenandung bersama burung camar menyeringai alunan angin dingin yang ramah.
Aku menantang para pemahat api dan penyihir. Sungguh diluar dugaan aku bisa berfikir seperti ini, yang aku dapat semua orang boleh berkata apapun tentang dirinya tanpa batasan hati. Hal mana yang tak ingin ku dengar adalah satu masalah tentang perdebatan hebat antara angkasa dan tanah memperebutkan sang Muhammad suci. Hati tetap bergeming kala mereka menoda singgasana sang Nabi agung dalam permai.
Air bercucuran mengaliri nadi bermesinkan jantung hati yang tak habis-habisnya. Kutukan para dewa kini tak berarti lagi sejak runtuhnya Troya ditangan air tsunami.
Oh, kini terjadi pada seorang laki-laki yang terakui bahwa dia adalah aku. pemegang sumpit yang benar-benar ingin menyumpit bulan dengan tangannya sendiri. Sekoci kecil yang mengantarkannya mencapai Parnassus kini tak pernah terceritakan kembali, hanya keinginan akan pujian yang memang tak usah kita dapatkan. Ingin kembali hidup mejadi seorang sejati, tanpa takut rasa mati, tanpa peduli akan luka dan dera. Mereka sependapat.
Semua berbicara tentang hati, dan memang terbutakan oleh hati. Hati yang menguasai segalanya bukan Tuhan, tapi ada benarnya sesuatu yang menguasai hati adalah sesuatu yang dianggap Tuhan. Dzat Illahiah yang membentuk para utusan berhati mulya.
Ratuku akan selalu bersamaku dalam getir dan lirih, dalam hampa dan pedih, dalam luka dan dera, dalam cambuk dan siksa, dalam raga menyatu. Mengemban mimpi sesaat yang mempengaruhi waktu.
Allohuma solli 'ala muhammad, menjadi lisanku berteduh dalam dekap anugerah sang Perkasa.
Maha hebat! Cinta yang memulihkan sebetan pisau di dada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar